
Foto: Para anggota Pensiunan BRI saat sebelumnya pernah demo
Jakarta, aspirasipublik.com – Pesangon para Pensiunan Bank BRI bertahun-tahun tak kunjung cair, mennyebabkan para pensiunan tersebut terus menuntut hingga ke ranah hukum.
Setelah sidang I minggu lalu digelar, maka pada sidang Praperadilan kedua minggu ini,Rabu, 28 Nopember 2018 di PN Jakarta Pusat, diduga Dirut BRI berpotensi ditetapkan sebagai tersangka.
Bambang Suroso dan kawan-kawan(Be Surosowan) dari Lembaga Kajian Konstitusi Pro-bono Publiko (Melayani pencari keadilan dan Penegakan Hukum tanpa imbalan) yang menjadi Advokat Para Pensiunan BRI yang rata-rata manula itu mengatakan, bahwa Praperadilan adalah bagian dari Kekuasaan Kehakiman yang diamanatkan oleh Konstitusi untuk menegakkan keadilan.
“Karena itulah putusannya memiliki kekuatan hukum tetap dan jika dikabulkan perkara ini, Dirut BRI bisa berpotensi ditetapkan sebagai tersangka, ” kata BeSurosowan menegaskan.
Pada dasarnya para Pensiunan BRI tidak menghendaki masalah pesangon berlarut-larut hingga 15 tahun. Para Pensiunan BRI tetap bangga terhadap BRI namun kebanggaan itu akan lebih manusiawi jika pesangon sebagai hak milik mereka dibayar.
Sungguh ironis keuntungan BRI pada Triwulan III 2018 mencapai Rp.23,5Triliun untuk membayar pesangon yang nilainya secuil saja, tidak dilaksanakan.
“Sungguh tidak dapat diterima oleh rasio logis. Pesangon itu dipotong dari gaji mereka dan dikumpulkan dengan harapan ketika waktu pensiun tiba dapat diambil sebagai hak atas keringat dan jerih payahnya selama bekerja di BRI. Semua diatur dalam UU.No.13 Tahun 2003,” terang Be Surosowan menambahkan.
Para Pensiunan BRI yang belum mendapat Pesangon tersebar di seluruh penjuru tanah air dan satu persatu meninggal dunia karena usia. Upaya para pensiunan selain melalui upaya hukum juga sudah melakukan upaya-upaya lain, seperti: melakukan demo di berbagai tempat pihak-pihak terkait.
“Kita orang-orang tua ini tidak henti-hentinya berdoa siang-malam agar Pak Dirut BRI dibukakan hatinya untuk menyerahkan hak para pensiunan ” kata Haji Manshur,HajiMujur dari Makasar.
Peryataan senada juga diutarakan oleh Kasnadir, Ali Shabana, Ambo Lau, H.Yunus Ambo Pensiunan BRI dari Aceh, dari Sumatra, dari Jakarta, dari Bali dan Kalimantan.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Tunggal Duta Baskara SH , MH, sama dengan Sidang pertama molor satu jam lebih. Agenda sidang yang dihadiri para Pensiunan BRI dan Para Mahasiswa antara dari UMT, UJ, serta 7 (tujuh) dari 19 (Sembilan belas) orang Kuasa Penyidik, berupa Pembacaan Gugatan Praperadilan oleh Pemohon.
Dalam dalil-dalilnya, Pemohon membuktikan bahwa Penyidik tidakcermat, tidakprofesional, tidak proporsional, tidak prosedural, tidak transparan, dan tidak menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Dihimpun dari berbagai sumber, diketahui para pensiunan BRI melalui Organisasi Advokasi Nasional Pensiunan BRI (ANPBRI) sebelumnya telah memberi somasi kepada Direktur Utama BRI karena pesangon mereka belum dibayarkan sampai saat ini.
“Sampai sekarang BRI belum membayarkan pesangon kepada pekerja yang di PHK karena pensiun normal sesuai amanat UU 13/2003, Pasal 167, Ayat 3, dan Penjelasannya,” ungkap Ketua ANPBRI, Anjar, saat dihubungi media, Selasa 17 Oktober 2017 lalu.
Anjar menjelaskan, pesangon untuk pekerja yang di PHK karena Usia Pensiun Normal telah diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 167, Ayat 3, dan Penjelasannya, berlaku sejak diundangkan, yaitu pada 25 Maret 2003.
Namun, sejak diberlakukannya UU Nomor 13/2003 tersebut, lanjut Anjar, BRI belum pernah melaksanakannya. Kemudian BRI menerbitkan Surat Keputusan No.S.883 Tahun 2012, yang berisi Rumus perhitungan Kompensasi yang bertentangan dengan rumus perhitungan pada UU 13/2003, Pasal 167, Ayat 3, dan Penjelasannya.
“Rumus perhitungan kompensasi pada SK.883/2012 sangat merugikan para Pensiunan Normal karena hasil perhitungan rumus kompensasinya akan mengakibatkan para pensiunan normal tidak memperoleh pesangon,” tegasnya.
Dia mengatakan, para pensiunan BRI selama ini telah berupaya memperjuangkan keadilan atas hak pesangon tersebut dengan berbagai cara, mulai dari mediasi, demonstrasi nasional I pada 18 September 2013, gugatan melalui PHI, upaya mediasi melalui DPD RI, dan sebagainya, namun tetap tidak berhasil juga.
“Oleh sebab itu, sekarang kami melalui wadah ANPBRI berupaya melakukan upaya hukum berupa somasi kepada dirut BRI, demonstrasi nasional II, dan gugatan pidana kepada Dirut BRI,” jelasnya.
Adapun kasus ini bergulir sejak diberlakukannya UU 13/2003, yaitu sejak 25 Maret 2003. Dia mengaku, hal ini terjadi pada semua pekerja BRI yang di PHK karena Usia Pensiun Normal. “Jumlah pensiunan BRI ada sekitar 8.000 orang,” ungkapnya.
Oleh karena itu, pihaknya melakukan aksi, setelah melakukan langkah mengirimkan surat Somasi kepada dirut BRI pada 11 Oktober 2017 lalu. Mereka juga melakukan demo pada 18 Oktober 2017 di depan gedung DPR RI, kantor pusat BRI, dan Istana Negara. (Rel/DANS)