
Jatinangor, aspirasipublik.com – Sidang promosi terbuka Promovenda Jatinangor, 11 Februari 2020 dipimpin langsung oleh Direktur Pasca Sarja Dr. Sampara Lukman, MA. Dan Ketua Prodi S3 Prof. Dr. Ngadisah, M.A. Mewakili atas nama Plt. Rektor IPDN Dr. Hadi Prabowo, MM. Saudari Mani Festati Broto, NIM: DIP 02.100 dengan judul disertasi “Paradiplomasi Urusan Kerja Sama Luar Negeri dalam Kebijakan Desentralisasi di Indonesia” sebagai tahap akhir dari proses pendidikan pada Program Doktor (S3) Ilmu Pemerintahan, Pascasarjana Institut Pemerintahan Dalam Negeri.Tim Promotor terdiri dari:1. Prof. Dr. H.M. Aries Djaenuri, M.A.selaku Ketua Tim Promotor, 2. Prof. Dr. Ngadisah, M.A. selaku Co-Promotor, dan 3. Prof. Daryono, SH, M.A. Ph.D selaku Co-Promotor

Sidang Promosi Doktor ini merupakan kelanjutan dari proses studi dan bimbingan yang telah ditempuh oleh promovenda selama mengikuti pendidikan Program Doktor Ilmu Pemerintahan pada Program Pascasarjana, Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Naskah disertasi dalam sidang terbuka ini merupakan penyempurnaan dari naskah sebelumnya yang telah dikonsultasikan kembali kepada Tim Promotor dengan memperhatikan saran dan masukan dari Tim Penelaah/Penguji yang terdiri dari: 1. Dr. Hadi Prabowo, MM. 2. Prof. Dr. Khasan Effendy, M.Pd. 3. Prof. Dr. Muh Ilham, M.Si. 4. Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA. 5. Dr. Sampara Lukman, MA. 6. Dr. Dahyar Daraba, M.Si. 7. Dr. Liestyodono Bawono Irianto, M.Si. 8. Dr. Ir. Ika Sartika, MT.
Setelah Tim Promotor mempelajari materi dan proses penyusunan disertasi ini, serta memperhatikan kesungguhan dan kemampuan promovenda selama mengikuti pendidikan Program Doktor Ilmu Pemerintahan Pascasarjana Institut Pemerintahan Dalam Negeri, maka kami Tim Promotor mempunyai alasan kuat untuk menerima karya ilmiah Saudari Mani Festati Broto sebagai karya ilmiah yang layak dan memenuhi syarat untuk diujikan.
Sebelum sampai pada tahap Sidang Terbuka yang berwibawa ini, promovenda telah memenuhi keseluruhan persyaratan dan ketentuan yang berlaku dan ditetapkan oleh Program Doktor Ilmu Pemerintahan, IPDN meliputi: Matrikulasi, Perkuliahan Dua Semester, Ujian Preliem (Prakualifikasi), Ujian Kualifikasi, Ujian Usulan Penelitian, Melakukan Penelitian, Telaah Naskah Disertasi, dan Ujian Naskah Disertasi. Oleh karena itu, kami Tim Promotor memandang bahwa disertasi promovenda layak diajukan ke hadapan Sidang Terbuka yang sangat berwibawa ini untuk diuji lebih lanjut sesuai dengan tradisi dan norma akademik yang berlaku di Institut Pemerintahan Dalam Negeri.
Sebagai dasar untuk memperkuat ini, perkenankanlah kami Tim Promotor terlebih dahulu menyampaikan latar belakang pribadi promovenda dan bobot mutu akademik disertasi yang bersangkutan.
Latar Belakang Promovenda

Promovenda dilahirkan di Banjarmasin pada Tanggal 23 Februari 1960, dari pasangan Bapak RS Brotodarsono dan Ibu Chuzaimah, mempunyai suami yang bernama Hanggiro Setiabudi serta dikaruniai anak, yaitu: Annur Hanggiro. Pendidikan umum yang telah ditempuh promovenda adalah: lulus SDN Blok D, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, lulus SMPN 19 Jakarta Selatan Tahun 1983, lulus SMA Taranikita I, Jakarta Selatan, lulus Strata Satu (S-1) Ilmu Politik – FISIP Universitas Indonesia Jakarta Tahun 1985, dan lulus Program Magister Manajemen Pendidikan Jarak Jauh, Simon Fraser Uniuversity, Canada, Tahun 1988. Selanjutnya, sebelum mengikuti Program Doktor Ilmu Pemerintahan pada Program Pascasarjana IPDN pada tahun 2014, promovenda pernah mengikuti pendidikan Program Doktor Asian Studies di Australian National University (ANU), Canberra, Australia pada tahun 1996-2000. Karier promovenda sebagian besar dalam dunia pendidikan sebagai dosen Prodi S-1 Ilmu Pemerintahan FHISIP Universitas Tebuka dengan dmp. Pengantar Ilmu Politik, Sistem Kepartaian dan Pemilu dan Teori Politik; dengan pengalaman tugas tambahan sebagai Ketua Jurusan S-1 Administrasi, FISIP-UT Tahun 1995 sd. 1996 dan Pembantu Dekan II pada FISIP-UT pada Tahun 2004 sd. 2012.
Berdasarkan latar belakang pekerjaan dan pengalaman di atas, maka promovenda tertarik untuk meneliti “Paradiplomasi Urusan Kerja Sama Luar Negeri dalam Kebijakan Desentralisasi di Indonesia”.
BOBOT MUTU AKADEMIK
Aktualisasi Masalah Penelitian
Disertasi promovendus yang berjudul “Paradiplomasi Urusan Kerja Sama Luar Negeri dalam Kebijakan Desentralisasi di Indonesia” bermula dari ketertarikan terhadap pengaruh global dan implementasinya terhadap kebijakan desentralisasi di Indonesia, terutama di era Reformasi. Bila membahas pengaruh global ada 2 tipe yang menjadi pijakan : outward looking dan inward looking. Pemahaman tentang globalisasi banyak dikaitkan dengan tipe Outward looking ini. Adanya revolusi teknologi transportasi dan informasi/komunikasi tercipta akselarasi di segala bidang, yang berakibat terciptanya dunia yang kompetitif tidak saja dalam perekonomian internasional tetapi juga perkembangan ilmu pengetahuan. Selain membawa dampak positif, banyak juga segi negatif misalnya perdagangan bebas lebih menguntungkan negara maju–kapitalisme meningkatkan dan dalam beberapa dekade ini telah mengarah pada inward looking seperti Brexit, perang dagang AS-China.
Narasi bersaing di pasar internasional inilah fokus awal promovenda melakukan eksplorasi peran pemerintahan daerah dalam aktivitas internasional di era kebijakan desentralisasi. Promovenda mencoba berpikir ‘out of the box’ untuk memperkaya khasanah ilmu pemerintahan sebagai suatu ilmu yang multidisipliner. Dengan demikian latar belakang permasalahan disertasi yang bermula dari suatu kalimat act globally think locally mengisyaratkan perubahan dalam skala global yang dimulai dari daerah. Dengan komitmen politik desentralisasi, diharapkan daerah dapat mengatur dan mengurus hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas internasional
Orisinalitas Penelitian
Dalam pembahasan disertasi, dikemukakan bahwa aktivitas internasional yang dilakukan pemerintah (an) daerah relatif jarang menjadi fokus kajian dan pembahasan studi ilmu pemerintahan. Padahal, hubungan dan kerja sama luar negeri oleh Pemda telah dilakukan sejak 1960-an, salah satunya adalah program Sister City/Sister Province. Salah satu sebab, karena kegiatan sister city/sister provinces di era sebelum Reformasi lebih merupakan kebijakan top-down, yaitu setiap pemerintahan provinsi atau kabupaten dianjurkan punya satu program sister city/sister province. Sebab lain karena tidak semua Pemda memiliki kapasitas SDM, kelembagaan dan keuangan untuk menunjang kelangsungan aktivitas internasional tersebut. Namun, sebab utamanya, lebih belum jelasnya urusan kerjasama luar negeri manakah yang bisa dikategorikan menjadi urusan daerah. Seiring dengan itu, dalam konteks luar negeri perlu digarisbawahi apakah semua hal yang berurusan dengan luar negeri adalah politik luar negeri.
Terkait dengan uraian di atas, perlu ada landasan teoritis-konsep dalam menganalisis perspektif hubungan internasional yang dipadukan dengan disiplin ilmu pemerintahan terutama dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi – tepatnya pembagian urusan kerja sama luar negeri oleh Pemda. Dengan menggunakan konsep paradiplomasi, promovenda melakukan tinjauan kritis terhadap karakteristik aktivitas internasional dan kerja sama luar negeri oleh Pemda dan membangun argumen: Dapatkah, dalam konteks Indonesia prinsip paradiplomasi yang dikembangkan oleh Duchacek dan Soldatos mendeskripsikan peristiwa aktivitas internasional dan kerja sama luar negeri oleh Pemda. Terkait dengan praktek paradiplomasi dan kebijakan desentralisasi ini, ada dua narasi yang ingin dijelaskan yaitu: proses dan makna. Proses berawal dari penelusuran kapan dan mengapa paradiplomasi muncul sebagai suatu terminologi yang menjelaskan pergeseran aktor di arena internasional. Sedangkan makna dikaitkan dengan kebijakan desentralisasi – yang memunculkan locus peran sub-nasional atau sub sub-nasional di arena internasional. Proses pemaknaan ini juga terbentuk karena ilmu pemerintahan sebagai suatu ilmu memiliki keterbatasan dalam menjelaskan peristiwa yang multi-dimensi sehingga dibutuhkan ilmu pengetahuan lain untuk memunculkan kerangka pikir yang dapat menjelaskan bagaimana suatu peristiwa terjadi.
Promovenda berpendapat bahwa dalam hubungan internasional ada dua kewenangan yang dipraktekkan yaitu: peristiwa high politics dengan praktek kewenangan hardpower, dan peristiwa low politics dengan kewenangan softpower. Dalam konteks kebijakan nasional NKRI yang bersifat politik strategis, maka peran high politics adalah Negara/Pemerintah Pusat, sedangkan peran low politics adalah aktor sub-nasional atau sub-sub nasional. Dengan pembagian kewenangan tersebut promovenda dalam disertasi ini menganalisis seberapa jauh daerah seharusnya terlibat dan memiliki kewenangan dalam urusan kerja sama luar negeri dan aktivitas internasional. Penekanan dalam disertasi ini, terkait kebijakan desentralisasi yang berlaku saat ini dan dilihat dari perspektif Pusat; hal-hal apa saja yang telah di-fasilitasi untuk memperoleh kemampuan daerah dalam konteks aktivitas internasional. Sedangkan, dari perspektif Daerah, hal-hal apa saja yang dianggap oleh pemerintahan daerah belum cukup diberikan oleh Pusat.
Desain Penelitian
Promovenda menggunakan desain penelitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah: teknik wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Untuk menjawab pertanyaan pokok penelitian ini digunakan pendekatan kualitif dengan fokus pada menganalisis dua konsep sebagai kerangka pikir, yaitu: konsep paradiplomasi dan konsep desentralisasi. Tahapan metodologis sesuai tujuan penelitian adalah, pertama, melakukan studi penelusuran (eksplorasi) dimulai dari fakta yaitu fenomena paradiplomasi yang kemudian diabstraksikan menjadi konsep. Kedua, menghubungkan secara explanatory fakta-fakta paradiplomasi. Ketiga, melakukan konseptualisasi teoritis dari rangkaian proposisi berdasarkan fakta-fakta yang telah dikumpulkan secara sistematis. Nazir (2009:19).
Hasil Penelitian dan Manfaatnya
Promovendus berhasil mengungkap bahwa praktek paradiplomasi yang dilakukan pemerintahan daerah sebagai entitas sub-nasional merupakan ‘komplementer atau pelengkap’ (complementary) dari keseluruhan strategi diplomasi yang eksklusif Negara . Istilah komplementer, karena ada kata “para” dalam paradiplomasi yang berindikasi “tidak sesungguhnya” yaitu sistem yang mirip dengan sistem nasional tapi hanya terjadi pada bagian kecil dari subsistem itu. Pengertian praktek paradiplomasi sebagai komplementer dikaitkan dengan persoalan-persoalan global tidak bisa hanya diselesaikan oleh ‘single-actor’. Esensi paradiplomasi selaras dengan konsep desentralisasi yaitu ‘the transfer of roles in international entity’ dan yang utama adalah proses pelibatan masyarakat serta elemen lain seperti pihak swasta (kalangan bisnis) dalam aktivitas internasional dan kerja sama luar negeri di daerah. Penting untuk digaris bawahi bahwa praktek paradiplomasi boleh dilakukan tapi sebatas kewenangan yang diberikan, dan tidak dalam koridor kewenangan absolut Negara. Oleh sebab itu perlu langkah transformatif terhadap dimensi konstitusional.Saudari Mani Festati Broto, setelah melewati perjalanan panjang studi yang penuh dengan dinamika tuntutan dan tantangan, akhirnya Saudari berhasil lulus dan berhak menyandang gelar Doktor Ilmu Pemerintahan; dan sejak hari ini, Selasa, 11 Februari 2020 Saudara resmi dinyatakan sebagai Doktor Ilmu Pemerintahan. Selanjutnya kami berharap, dengan gelar tersebut Saudara dapat mengamalkan segala ilmu yang dipelajari selama mengikuti program studi serta menerapkan implikasi praktis dan konsep baru yang Saudari susun dalam disertasi untuk memajukan peradaban Indonesia dalam segala bidang. Lebih dari itu, kedudukan Saudari sebagai pengajar dan peneliti, kami berharap Saudari dapat melakukan berbagai terobosan dalam pengayaan ilmu pemerintahan untuk menjawab tantangan dinamika perubahan dunia. Kembangkanlah pendekatan disiplin Ilmu Pemerintahan yang Saudari dapatkan selama mengikuti Program Studi Doktor Ilmu Pemerintahan untuk mengoptimalisasikan keberhasilan reformasi birokrasi dan transformasi penyelenggaraan pemerintahan. Terlebih lagi, permasalahan disertasi yang Saudari angkat harus terus dikembangkan karena fenomena global di era kini dan yang akan datang tidak lagi menjadi urusan pemerintahan di tingkat nasional tetapi juga di tingkat lokal. Oleh sebab itu dalam memahami fenomena global ini perlu keterpaduan kajian keilmuan: ilmu pemerintahan dan ilmu hubungan internasional untuk menganalisis fenomena tersebut. (Joko Susilo Raharjo)