
Bandung, aspirasipublik.com – Rabu, 6 Agustus 2025 Berlangsung dari pukul 15.45 – 17.45 WIB di Aula Hotel Savoy Homann Bandung Jawa Barat, Prof. Dr. Hj. Sedarmayanti, M.Pd.,APU. Menjadi Narasumber Dalam rangka Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Aparatur, Diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Pasundan dan Bekerjasama dengan BKPSDM Kabupaten Cianjur. Dengan Tema “Sistem Pemantauan Pembangunan Tingkat Dasar” dan penangung jawab dalam acara ini adalah Prof. Dr. Iwan Satibi, S.Sos., M.Si. Guru Besar Bidang Ilmu Adminitrasi Publik selaku Ketua Prodi Program Magister Administrasi Dan Kebijakan Publik Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas).
Dalam Pemaparannya dihadapan seluruh Peserta Prof. Dr. Hj. Sedarmayanti, M.Pd.,APU. Mengungkapkan bahwasannya Sistem Pemantauan Pembangunan Tingkat Dasar terdiri dari ; 1.Konsep Dasar Pemantauan Pembangunan.,2. Komponen, Alat, dan Mekanisme Pemantauan .,3.Indikator Pemantauan Pembangunan.,4.Regulasi Pemantauan Pembangunan.,5.Proses Pemantauan Pembangunan Partisipatif.,6.Teknik dan Prosedur Pemantauan Pembangunan dan 7.Contoh Empiris. Dari keenam tersebut beliau kupas satu persatu terkait .
1.Konsep Dasar Pemantauan Pembangunan menurutnya Pemantauan pembangunan merupakan proses sistematis yang bertujuan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menilai informasi mengenai pelaksanaan program-program pembangunan. Proses ini menjadi landasan penting dalam memastikan bahwa kegiatan pembangunan berjalan sesuai rencana, memberikan hasil yang diharapkan, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Melalui pemantauan, pihak terkait dapat menilai sejauh mana output dan outcome tercapai, mengidentifikasi hambatan di lapangan, serta merumuskan langkah perbaikan secara tepat waktu. Pemantauan bukan lagi sekadar prosedur administratif yang formalitas dalam tata kelola pembangunan yang semakin kompleks dan terbuka, tetapi telah menjadi bagian integral dari proses pengambilan keputusan berbasis data. Artinya, hasil pemantauan tidak hanya menjadi pelengkap laporan akhir proyek, tetapi menjadi masukan penting untuk koreksi kebijakan, perencanaan ulang program, bahkan penentuan prioritas pembangunan yang lebih kontekstual dan responsif terhadap kebutuhan warga. Pemantauan juga berperan sebagai jembatan antara perencanaan dan evaluasi. Ia menjamin bahwa apa yang dirancang di atas kertas benar-benar diterjemahkan dalam tindakan nyata di lapangan. Tanpa proses pemantauan yang kuat dan terstruktur, risiko deviasi antara rencana dan pelaksanaan akan meningkat, yang pada akhirnya merugikan kelompok sasaran pembangunan itu sendiri, terutama masyarakat di tingkat dasar seperti desa atau kelurahan.
Tujuan dari pemantauan pembangunan meliputi hal-hal berikut: 1. Menilai ketercapaian output dan hasil kegiatan pembangunan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.,2. Mengetahui kemajuan pelaksanaan program secara berkala, guna memastikan bahwa proyek berjalan sesuai jadwal dan alokasi sumber daya.,3. Mengidentifikasi hambatan, tantangan, dan risiko yang muncul di berbagai tahap pelaksanaan, agar dapat direspons secara cepat dan efektif., 4. Memberikan dasar bagi pengambilan keputusan cepat dan tepat, berbasis data dan informasi actual dari lapangan.,5. Memastikan akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan pembangunan, baik kepada warga maupun lembaga pengawas formal. Tujuan-tujuan ini menjadi semakin penting dalam era otonomi daerah dan desentralisasi, di mana desa dan komunitas lokal diberi kewenangan lebih besar dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan. Tanpa pemantauan yang memadai, kewenangan tersebut berisiko tidak optimal atau bahkan disalahgunakan. 2. Komponen, Alat, dan Mekanisme Pemantauan, Alat dan instrumen pemantauan berperan penting dalam mendukung proses pengumpulan, analisis, dan pelaporan data secara sistematis. Pemilihan instrumen yang tepat memungkinkan pemantauan dilakukan secara akurat, efisien, dan mudah ditindaklanjuti. Kombinasi antara alat manual dan digital memberikan fleksibilitas dalam menyesuaikan dengan konteks dan kapasitas masing-masing wilayah. Beberapa instrumen utama yang umum digunakan antara lain: 1. Indikator kinerja, baik kuantitatif maupun kualitatif,untuk mengukur capaian program.,2. Formulir pelaporan dan dashboard digital sebagai media pencatatan dan visualisasi data.,3. Survei lapangan dan wawancara untuk menggali informasi langsung dari masyarakat., 4. Teknologi GIS, aplikasi mobile, dan sistem informasi untuk pemetaan dan pemantauan berbasis teknologi. Pelaksanaan pemantauan pembangunan membutuhkan keterlibatan berbagai aktor yang memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing. Kolaborasi antarpelaku menjadi kunci untuk memastikan proses berjalan efektif, transparan, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat. Adapun pelaku utama dalam sistem pemantauan di tingkat desa meliputi: 1. Pemerintah Desa sebagai pelaksana utama program dan penanggung jawab pelaporan., 2. BPD (Badan Permusyawaratan Desa) yang berperan dalam fungsi pengawasan dan representasi warga., 3. Pendamping Desa yang memberikan dukungan teknis dan fasilitasi proses partisipatif. 4. Dinas PMD sebagai pembina dan pengawas dari tingkat kabupaten/kota., 5. LSM dan masyarakat sipil yang berfungsi sebagai mitra kritis serta pengawal transparansi dan akuntabilitas. Dalam praktiknya, pemantauan pembangunan di tingkat desa sering kali menghadapi berbagai kendala yang menghambat efektivitas dan keberlanjutan proses. Tantangan ini bersifat struktural maupun teknis, dan perlu diatasi secara strategis agar sistem pemantauan dapat berjalan optimal.
3.Indikator Pemantauan Pembangunan adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang digunakan untuk menilai kemajuan dan hasil dari suatu kegiatan atau program pembangunan. Indikator berfungsi sebagai alat ukur objektif untuk memantau apakah tujuan dan sasaran pembangunan tercapai. Dalam pemantauan pembangunan, indicator berfungsi sebagai alat ukur yang membantu menilai capaian program secara objektif dan terukur. Setiap jenis indikator memiliki fungsi spesifik yang mencerminkan tahapan berbeda dalam siklus pembangunan.
4.Regulasi Pemantauan Pembangunan di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat, yang tertuang dalam berbagai regulasi nasional. Regulasiregulasi ini tidak hanya memberikan landasan yuridis, tetapi juga mengarahkan tata kelola pembangunan agar lebih terukur, terkoordinasi, dan dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa regulasi kunci yang mengatur hal tersebut antara lain: 1. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004., 2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014., 3. Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2019., 4. Permendagri No. 86 Tahun 2017., Regulasi Terkait Pemantauan Pembangunan Desa memberikan perhatian besar pada peran serta masyarakat dalam proses pembangunan. Pendekatan ini menegaskan bahwa desa bukan hanya objek pembangunan, tetapi juga subjekyang aktif dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi jalannya program. Dua regulasi utama yang menjadi acuan adalah: 1. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014., 2. Permendesa PDTT No. 21 Tahun 2020.
5.Proses Pemantauan Pembangunan Partisipatif adalah pendekatan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah desa, BPD, pendamping desa, dan masyarakat, dalam proses pemantauan pembangunan. Proses ini mencakup: 1. Penentuan indikator bersama., 2. Pengumpulan data secara terbuka., 3. Analisis data secara kolaboratif.,4. Publikasi hasil yang dapat diakses oleh public. Pemantauan pembangunan partisipatif dirancang dengan sejumlah tujuan strategis yang menjadi landasan arah pelaksanaannya, yaitu: 1. Memastikan keterbukaan dalam setiap tahap proses pembangunan. Ini berarti menjamin akses informasi yang luas bagi masyarakat, membuka ruang bagi transparansi data, serta menyediakan mekanisme yang memungkinkan publik turut mengawasi danmemahami perkembangan pembangunan secara terbuka., 2. Meningkatkan responsivitas terhadap dinamika lapangan. Karena konteks lokal sering kali berubah secara cepat dan tidak sepenuhnya bisa diprediksi dari awal, keterlibatan masyarakat menjadi instrumen penting untuk mengidentifikasi perubahan, mengangkat persoalan baru, dan menyesuaikan program pembangunan agar tetap relevan dan efektif., 3. Memperkuat akuntabilitas pembangunan, yakni memastikan bahwa para pemangku kebijakan dan pelaksana program bertanggung jawab kepada masyarakat. Akuntabilitas tidak hanya dimaknai sebagai pelaporan administratif, tetapi juga sebagai kesediaan untuk menerima masukan, kritik, dan koreksi atas kebijakan yang diambil serta dampaknya terhadap warga. Dengan demikian, ketiga tujuan ini saling berkaitan dan memperkuat satu sama lain, membentuk ekosistem pemantauan yang inklusif, adaptif, dan berorientasi pada keberlanjutan hasil pembangunan.
6.Teknik dan Prosedur Pemantauan Pembangunan dirancang agar kegiatan monitoring pembangunan berjalan secara sistematis, terukur, dan mudah dievaluasi. Pendekatan ini menekankan kolaborasi antar pihak dan keterbukaan data untuk memperkuat akuntabilitas publik.
dan 7. Contoh Empiris. Praktik Pemantauan Dana Desa Berbagai praktik lapangan menunjukkan bahwa pemantauan terhadap pelaksanaan pembangunan, khususnya terkait Dana Desa, dapat dilakukan secara efektif apabila dirancang dengan pendekatan partisipatif dan didukung oleh teknologi yang sesuai dengan konteks lokal. Dalam banyak kasus, keberhasilan pemantauan tidak selalu bergantung pada teknologi canggih, tetapi pada kemauan kolektif warga untuk terlibat, serta kesediaan pemerintah desa untuk membuka akses terhadap informasi. Pendekatan partisipatif memperkuat peran warga sebagai subjek pembangunan, bukan sekadar penerima manfaat. Ketika masyarakat diberi ruang untuk ikut serta dalam proses pemantauan, seperti melalui forum warga, musyawarah, atau audit sosial, maka akan tumbuh rasa kepemilikan dan tanggung jawab bersama atas keberhasilan program.
Selesai Pemaparan yang dilaukan oleh Prof. Dr. Hj. Sedarmayanti, M.Pd., APU. Dilanjutkan dengan Tanya jawab oleh seluruh peserta dan dilanjutkan dengan penyerahan Buku Baru Ibu Prof. Dr. Hj. Sedarmayanti, M.Pd.,APU. Kepada Prof. Dr. Iwan Satibi, S.Sos., M.Si. selaku penyelenggara Pelatihan Perencana Jabatan Fungsional Perencana Tingkat Pertama. (JSR Watimena @Hendra Kusumawati)