
Jakarta, aspirasipublik.com – Jakarta, Senin. 07 Desember 2020. Dunia peradilan Indonesia kembali diuji. Ahli hukum pidana Universitas Indonesia, Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H., digugat di Pengadilan Negeri Depok, sebab keteranganya sebagai ahli di tingkat penyidikan, dianggap memberatkan Penggugat, Andy Tediarjo, tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penggelapan hak atas benda tidak bergerak, dan mengakibatkan Penggugat duduk di kursi pesakitan.
Gugatan terhadap ahli hukum pidana, Eva Achjani Zulfa, bukan hal yang baru. Sebelumnya di tahun 2018, Basuki Wasis, dosen Intitute Pertanian Bogor (IPB) sekaligus ahli lingkungan dan kerusakan tanah, digugat di Pengadilan Negeri Cibinong oleh terpidana kasus korupsi Nur Alam, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, karena keterangannya sebagai ahli Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menghitung kerugian negara terhadap kerusakan lingkungan dianggap memberatkan Nur Alam. Untungnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Cibinong menolak gugatan terhadap Basuki Wasis, dengan pertimbangan hukum, bahwa ahli tidak dapat dituntut baik secara pidana maupun perdata.
Jika merujuk pada ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti yang sah, selain alat bukti yang berupa keterangan saksi, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Disisi lain, keterangan ahli sebagai bukti ilmiah (scientific evidence) bukan alat bukti yang berdiri sendiri, sehingga bukan satu-satunya alat bukti yang menjadi dasar menyatakan seseorang bersalah atau tidak bersalah. Sistem pembuktian negatif (negatief wettelijke bewijst), yang dianut dalam sistem hukum Indonesia, mengharuskan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan pidana apabila sedikit-dikitnya telah terdapat 2 (dua) alat bukti sah yang telah ditentukan oleh undang-undang dan masih ditambah dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari adanya alat-alat bukti tersebut.
Dengan demikian, gugatan terhadap ahli pidana, Eva Achjani Zulfa, dapat melemahkan sistem penegakan hukum dan mengacaukan tertib hukum nasional. Keterangan ahli sangat dibutuhkan untuk membantu penegak hukum mengungkap sebuah peristiwa hukum menjadi terang dan jelas, sehingga sudah seharusnya ahli mendapat jaminan perlindungan hukum.
Berdasarkan hal itu, Peradi Pergerakan menyatakan sikap:
- Meminta majelis hakim pada Pengadilan Negeri Depok menolak gugatan terhadap ahli hukum pidana Universitas Indonesia Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H., atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan tidak dapat diterima, dalam Perkara No. 229/Pdt.G/2020/PN Dpk.
- Mendorong Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk menerbitkan regulasi yang memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap ahli yang memberikan keterangan dalam proses penegakan hukum guna menjaga tertib hukum nasional, sehingga tidak dapat dituntut baik secara pidana maupun perdata. (JSRW)