
Di dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan Birokrasi (Perjalanan Seorang Birokrat Profesional) yang ditulis oleh Hendro Basuki, yang membahas perjalanan Karier dari bawah sampai posisi posisi strategis dalam rekam jejak yang bukan saja menarik tetapi patut disimak dan diteladani bagi kalangan Birokrat ,Sebuah perjalanan karier yang lurus hampir tanpa hambatan memperlihatkan diri sebagai sosok birokrat yang memahami ketrampilan teknis ,ketrampilan Menejerial ,tetapi juga cerdas dalam mensikapi lingkungan strategis beliau adalah Dr. Drs. Hadi Prabowo, MM. yang sekarang menjabat Rektor IPDN.
Meniti karier dari bawah dengan pangkat penata muda kemudian naik setahap demi setahap sehingga berada pada posisi Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah (Sekda), dalam tahapan berikutnya berpindah sebagai staf ahli mentri Dalam Negeri, kemudian menjabat sebagai Deputi Pengelolahan Batas Wilayah Negara pada Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Selanjutnya menjabat sebagai Sekretaris Utama di Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), dan 2 kali menempati posisi sebagai pejabat (Pj) Gubernur Sumatra Selatan dan Kalimantan Tengah, saat buku ini diterbitkan menjabat posisi sebagai Sekertaris Jendral (Sekjen) Kementrian Dalam Negri, Sekarang posisi menjabat sebagai rektor IPDN.
Disamping jabatan di Birokrasi Dr. Drs. Hadi Prabowo, MM. juga memiliki jejak kuat dalam pengelolahan persero Daerah ketika duduk sebagai Direktur PT. Sarana Pembangunan Jawa Tengah, Komisaris Utama Persero tersebut, Komisaris PT. Sarana Putra Patra Hulu Cepu dan Komisaris Utama PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengah dan terakhir Komisaris Jakarta Properindo (Perseroda) Provinsi DKI jakarta yang juga banyak menerima penghargaan dari pemerintah.
Artinya Ketelitian dan Kejujuran menjadi Fondasi penting dalam setiap pekerjaannya. Dengan rekam jejak yang begitu komplit buku tentang Kepemimpinan Birokrasi (Perjalanan Seorang Birokrat Profesional) patut dijadikan contoh dan kajian bukan saja bagi kalangan birokrat tetapi juga kalangan pengusaha, banyak kelebihan yang beliau miliki di buku ini bisa mempelajari bagaimana strategi membangun karier, menjadi birokrat loyal tanpa kehilangan kecerdasan, Spiritualisme dalam bekerja dan pengabdian tanpa batas, ini yang menjadikan Dr. Joko Susilo Raharjo Watimena, S.Pdi. MM. wartawan Media Aspirasi Publik dan Pimpred Media Aspirasi Publik yang sekarang sedang mengikuti program Doktor Ilmu Pemerintahan di IPDN yaitu Bapak Oberlian Sinaga, SH., SE., MM. untuk mempublikasikan karena isi buku ini banyak mengandung inspirasi dan pengalaman yang sangat baik dan menarik untuk ditauladani. Buku ini terdiri dalam VII BAB antara lain 1. Membangun Karier, 2. Budaya Birokrasi, 3. Manajeman Kinerja dan Produktifitas, 4. Ledership In Action, 5. Menjadi Pemimpin yang Efektip, 6. Antara Sekertaris Daerah dan Sekertaris Jendral, 7. Birokrasi Masa Depan.
Yang sangat menarik untuk kami kutip adalah terkait Birokrasi Masa Depan (Birokrasi Kelas Dunia) pada Bab. 7 Poin 10, dan ini kutipannya Buku Kepemimpinan Birokrasi (Perjalanan Seorang Birokrat Profesional) Dr.Drs. Hadi Prabowo, MM. dalam tulisannya: Jika saya memperhatikan apa yang sedang terjadi dalam era sekarang ini, dimana shifting terjadi dalam banyak bidang kehidupan, maka kehidupan di birokrasi di Indonesia dalam kurun waktu 10 – 20 tahun ke depan juga akan banyak mengalami perubahan signifikan.
Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama organisasi birokrasi akan berubah menyesuaikan dengan perkembangan di luar dirinya, tapi bagian dari mengakselerasi lingkungan strategis yang berkembang dinamis.
Tentu saja para pimpinan harus mampu mendorong setiap individu membuat rencana strategis yang lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan itu selaras dengan masa depan organisasi. yang terpenting adalah memperhatika arah organisasi dengan tetap waspada terhadap gejolak zamana dan kemugkinan terjadinya arus balik.
Arus balik, meskipun kelihatannya tidak mungkin tetapi tetap di perhitungkan sebagai bagian dari sikap hati-hati. Dalam masa perubahan yang cepat itu, pekerjaan akan di warnai oleh berbagai pengalaman, pengetahuan dan kompentensi baru yang mugkin tidak pernah di perhitungkan sebelumnya. Dulu, tidak pernah di perhitungkan bahwa sertifikasi yang akan menjadi refrensi penting untuk melihat kapasitas pencapain suatu pekerjaan dari seorang individu yang terlatih. Dulu, orang tidak mempertnyakan keahlian dari mereka yang baru saja mendapakan gelar sarjana. Setiap institusi tidak perlu menggelar ujian untuk melihat dan menntukan seorang sarjana mampu bekerja atau tidak.
Lalu datang musim Baru, bahwa mereka yang sarjana belum tentu bisa melakuan pekerjaan yang spesifik. Jika pun mampu, fakta menunjukkan kemampuan yang berbeda-beda satu dengan lainya. Karena itulah, pihak pemakai merasa perlu untuk melihat lebih dalam banyak aspek dari mereka yang akan di terima kerja. Setiap individu di potret seluruh kemampuanya dengan berbagai macam ujian, baik yangu bersifat melihat potensi akademik, kemampuan diri dalam bekerja, juga aspek-aspek psikologi yang lain seperti ada tidak nya kemampuan bekerja keras, menerima keberadaan orang lain, potensi memimpin, dan sebagainya. ‘’Birokrat kelas satu memiliki keahlian spesifik yang di lahirkan dari system pendidikan dan latihan yang baik’’ Setelah berapa tahun berlangsung, ujian seperti itu dianggap belum cukup untuk mengetahui tingkat keterampilan seorang pekerja. Lahir kemudian persyaratan sertifikasi kompetensi. Meskipun Anda berada dalam pekerjaan yang sama bertahun – tahun, belum tentu dianggap sebagai memiliki kompetensi yang cukup.
Kenapa? karena bagaimana tingkat pencapaian pekerjaan yang telah anda lakukan tidak ada ukuran yang standar. Bagaiman jika di perbandingkan dengan pekerjaaan yang sama, tetapi dilakukan oleh orang lain, dan ditempat yang berbeda, Dulu, orang dianggap terampil manakala didalam pekerjaannya sudah menampilkan diri dengan segala kebiasaan yang di miliki. Tetapi, era baru menghendaki bahwa pencapain itu harus dapat di ukur dengan standar tertentu Oleh sebab itu dibutuhkan sertifikasi profesi. Pekerjaan yang semakin spesifik, membutuhkan keahlian yang spesifik pula. Dulu, adanya adalah dokter umum. Seorang dokter menangani penyakit yang bermacam macam. Apakah Anda flu, sakit perut, paru – paru, jantung,ambien, dan sakit-sakit yang lain ditangani oleh dokter umum yang sama. Berekmbang kemudian dokter spesialis yang memiliki satu dua keahlian tetapi sangat spesifik dan mendalam. Terbedakan kemudian ada dokter spesialis penyakit dalam, dokter kulit, dokter mata, dokter syaraf, dan dokter spesialis lainya.
Maka, seorang yang sedang sakit misalnya, harus dilihat denga spectrum yang lebih luas agar menghasilkan diagnosa yang komfrehensip. Dalam bidang ilmu yang lain juga demikian. Dulu di zaman belanda ada pendidikan sarjana hukum. Mereka yang lulus dari studi ilmu hukum yang berlaku di belanda misalny, akan mendapatkan gelar Meester in de Rechten (yang terkenal dengan singkatan Mr). Maka kita mengenal beberapa tokoh nasional Mr. Muh Yamin, Mr. kasman singodimedjo, Mr. Mohammad Roem, Mr. Ahmad soebardjo, dan lain-lain. Sekarang sangat berbeda. Bukan hanya tidak ada lagi gelar Mr, tetapi sudah menjadi sarjan hukum (SH) dengan banyak sekali bidang spesialisasi, seperti lingkungn, bisnis internasional, dan sebagainya.
Demikian bidang-bidang profesi yang lain. Perkembangan dalam banyak bidang semakin menuntut keahlian yang spesifik. Maka tidak terlalu mengheranakan bahwa perguruan tinggi juga harus melakukan akselerasi kurikulum secara terus menerus agar mampu memenuhi panggilan zaman. Jika tidak, maka bukan hanya tertinggal, tetapi sangat mungkin ditutup karna sepi peminat. Dengan perkembangan lingkungan strategis seperti itulah, saya jua memperkirkan bahwa birokrasi pada karirnya juga membutuhkan keahlian spesifik dalam format sekarang pembagian kerja sudah dilakukan dengan dalam banyak bidang, misalnya pertanian, perdagangan, pertambangan, perindustrian, perizinan investasi, dan sebagainya.
Tetapi ini saya pandang belum cukup memadai karena perkembangan pekerjaan di bidang-bidang dalam pemerintahan juga semakin spesifik. Birokrasi pada akhirnya akan diisi oleh birokrat dengan kehlian yang spesifik pula. Mereka yang menangani investasi pada Dinas penanaman Modal dan pelayan satu pintu (DPMPSP) misalnya harus memiliki kapasitas sebagai profisional yang paham benar mengenai investasi. Mereka harus memiliki kompetensi bidang itu. jika sertefikasi bidang itu belum ada, saya yakini akan hadir pula. Demikian juga yang berada pada dinas-dinas lainya, dituntut memiliki standar kompetensi yang serupa. Mereka yang akan menduduki jabatan puncak dalam birokrasi, dengan demikian, harus memiliki beberapa kompetensi ahli. seorang kepala dinas harus memiliki keahliahan leadership, keahlian menejerial, keahlian keterampilan teknis yang di perlihatkan oleh beberapa macam sertifikat keahlihan yang di tempuhnya. jadi, penunjukan kepala dinas, tidak lagi cukup di dasarkan eselon, kepangkatan, golongan yang sudah dimiliki. Dengan kemampuan yang lebih komplet, maka birokrasi akan hadir dengan birokrat-birokrat kelas satu yang bukan saja memiliki kemampuan bekerja efesien, efektif, professional, berkarakter, dan beretika tetapi juga memiliki keahlian/ keterampilan standar yang di akui secara nasional. Pencapaian puncak karier seorang birokrat benar-benar dapat diukur dengan standar yang jelas. keuntungan dari system ini adalah; 1. Mengurangi tekannan atau intervensi politik dari kekuasaan politik, 2. sistem promosi lebih berkeadilan (fairness), 3. Pengukuran pencapaian kinerja akan lebih akurat., 4. Birokrasi menampilkan performa berkualitas.
Sangat umum dipahami kondisi mutakhir memperlihatkan seringnya kaum birokrat diintervensi terlalu dalam oleh kekuasaan politik. Proses rotasi, mutase, promosi, bahkan degradasi bukan disebkan oleh kemampuan, melainkan oleh sikap suka suka keselarasan politik, balas budi, atau agenda agenda buruk lainya. Ukurannya tidak mengunakan parameter profesioal, melainkan oleh keinginn utuk menunjukkan adanya kekuasaan. Fakta ini sering mengacaukan system, tetapi juga membuat frustasi di kalangan birokrat.
Ada seloroh yang mungkin tidak sepenuhnya benar, ” setiap sekali usai pemilu, birokratlah yang menjadi korban pertama.” Dalam phenomena seperti itu saya melihat negara dirugikan dalam jumlah besar, yakni negara kehilangan orang-orang berkualitas. Berapa biaya yang telah di keluarkan negara untuk membentuk seorang kepala dinas ? tentu saja sangat besar, karena beragam pengeluaran baik oleh dana APBN ataupun APBD secara terus menerus sepanjang karirinya. Belum ada hitungn yang pasti berapa sebenarnya negara yang di pakai untuk membentuk seorang birokrat yang berkualitas. Meskipun belum mendaptkan hitungan yang akurat, tapi saya yakini uang negara yang telah dikeluarkan cukuplah besar. jika uang investasi sumber daya manusia itu tidak kembali, maka ini jelas sebuah kerugian besar. Dengan ilustrasi seperti itu, saya meninggalkan adanya sebuah system pendidikan dan pelatihan dirancang untuk memperkuat entitas birokrasi dalam segitiga emas, yakni Kepemimpinan, System Birokrasi, dan Efektivitas Pribadi.
Proses pendidikan ini menghasilkan birokrat kelas satu yang adaptif terhadap kemajuan zaman, dan perkembangan teknologi. Inilah kepemimpinan visioner yang menjadikan birokrasi Indonesia yang berkualitas dan berkelas Dunia.