
Foto: Dr. Bayquni. S. Sos., M.Pd., M. Ikom.
Oleh: Dr. Bayquni. S. Sos., M.Pd., M. Ikom. Dan Dr. Joko Susilo Raharjo Watimena. S. PdI., MM.
Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo, yang menandakan resmi pula Jendral Polisi Listyo Sigit menjadi pimpinan tertinggi di Kepolisian RI, sederet program yang sudah beliau siapkan salah satunya yang menjadi sorotan adalah menghidupkan Pam Swakarsa dan Tidak adanya Sanksi Tilang.
Menariknya 2, Program tersebut adalah Sanksi tilang yang ada pada umumnya yang dilakukan oleh Petugas Polisi Lalu lintas dicoba dirubah dengan tilang elektronik guna memberi pembelajaran bagi masyarakat akan tertib berlalu lintas, sedangkan program penghidupan Pam Swakarsa yang dipandang sebagai program Jadul alias Old School, sudah tidak layak lagi hidup bahkan menjadi trauma tersendiri bagi sebagian masyarakat yang hidup dalam krisis tahun 1998. dan berharap untuk Jendral Listyo Sigit sebagai KAPOLRI yang baru lebih mengedepankan pada digitalisasi kepolisian atau lebih moderennya lagi menuju pada tatanan kepolisian yang bernuansa Intelegensi Artifisial (Artificial Intelligence: Inggris).
Sebenarnya apa itu Artifisial Intelegensi itu, yaitu kecerdasan buatan, yang oleh Andreas Kaplan dan Michael Haenlein didefinisikan sebagai “kemampuan sistem untuk menafsirkan data eksternal dengan benar, untuk belajar dari data tersebut, dan menggunakan pembelajaran tersebut guna mencapai tujuan dan tugas tertentu melalui adaptasi yang fleksibel”.
[1] Sistem seperti ini umumnya dianggap komputer. Kecerdasan diciptakan dan dimasukkan ke dalam suatu mesin (komputer) agar dapat melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan manusia. Beberapa macam bidang yang menggunakan kecerdasan buatan antara lain sistem pakar, permainan komputer (games), logika fuzzy, jaringan saraf tiruan dan robotika.
Atau oleh John McCarthy, 1956, Artificial Intelligence adalah untuk mengetahui dan memodelkan proses–proses berpikir manusia dan mendesain mesin agar dapat menirukan perilaku manusia. Cerdas, berarti memiliki pengetahuan ditambah pengalaman, penalaran bagaimana membuat keputusan dan mengambil tindakan.
Sangat menarik,. karena dengan adanya Artifisial Intelegensi maka kekurangan tenaga pengamanan baik dilapangan maupun kegiatan penindakan dapat dengan mudah tergantikan, namun apakah beberapa persoalan yang lain dapat tergantikan seperti penindakan kasus yang oleh Kapolri Sigit diangkat yaitu “kasus persoalan nenek Minah yang memetik tiga buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA), kemudian dihukum 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan tiga bulan”. Kalau menggunakan Artifisal Intelegensi jawabannya adalah benar kasus nenek minah akan menghasilkan Output 1 bulan 15 hari karena sebagaimana teknologi komputer tentu yang dilihat adalah Input (Masukan) , Proses dan Output (keluaran) nya, dan tentunya sebagaimana kejahatan ketika terbukti tertangkap akan diproses sesuai dengan aturan yang berlaku, maka hasilnya pun berupa sanksi yang telah di tetapkan.
Makanya, dalam hal Artifisial Intelegensi kekayaan Big Data adalah kunci dari seluruh jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Kalau sedikit mengutip jenis komunikasi, maka itulah yang disebut komunikasi Intrapersonal atau komunikasi dengan diri sendiri, yaitu Pengamatan sebagai Sender atau Pengirim, Otak dan seluruh perangkatnya sebagai Medianya untuk di proses dan Prilaku atau Tindakan adalah Output atau keluarannya. Oleh Wilburn Scramm , dinyatakan bahwa efektifnya komunikasi apabila ada Frame of Reference dan Frame of Experience yang sama, jadi sekali lagi bahwa Artifisial Intelegensia pun harus memiliki Frame pengetahuan dan Frame Pengalaman pembuatnya yang semuanya memiliki keterbatasan.
Mengutip pernyataannya Herbert Marcuse dalam bukunya Manusia Satu Dimensi dikatakan bahwa “Benda – benda mati, tanpa keraguan, tanpa kesalahan, semata mata karena eksistensi mereka , mengintegrasikan persamaan persamaan yang sama sekali tidak mereka ketahui. Secara subjektif, alam bukan bagian dari pikiran—alam tidak berfikir dalam istilah-istilah matematis. Tetapi secara objektif, alam adalah bagian dari pikiran istilah-istilah matematis”.
Disinilah Marcuse, sebagai Tokoh Kritis menegaskan bahwa kecerdasan buatan sangat bersifat matematis, sehingga Hukum atau Norma atau Aturan, tidak bisa dikalkulasi secara matematis.
Dalam tulisan ini penulis mencoba menawarkan apa yang disebut dengan Collaborative Intelligence atau Kolaboratif intelegensia atau kecerdasan kolaborasi.
Kecerdasan kolaborasi ini adalah sebuah sistem terdistribusi di mana setiap agen, manusia atau mesin, secara mandiri berkontribusi pada jaringan pemecahan masalah . Otonomi kolaboratif organisme dalam ekosistemnya memungkinkan terjadinya evolusi. Ekosistem alami, di mana ciri khas masing-masing organisme berasal dari genetika, keadaan, perilaku, dan posisinya dalam ekosistemnya, menawarkan prinsip desain jaringan sosial generasi mendatang untuk mendukung kecerdasan kolaboratif, crowdsourcing keahlian individu, preferensi, dan kontribusi unik dalam pemecahan masalah proses.
Kembali kepada program Kapolri Jendral Polisi Sigit Sulistyo, akan menghidupkan kembali Pam Swakarsa, yang salah satunya adalah melakukan SISKAMLING atau sistem keamanan keliling, bila menggunakan konsep Collaborative Intelegence atau Kolaboratif Intelegensia ini yaitu, dengan menggunakan berbagaimacam sumber, tidak perlu lagi semua masyarakat itu diajak begadang bergiliran, cukup dengan menempatkan jaringan CCTV di seluruh sudut kampung dengan sistem manageman Telematika (Telekomunikasi dan Informatika), memberikan edukasi tentang pola pola pengamanan baik itu sifatnya Preemtive, Preventif hingga Represif , memberikan edukasi tentang managemen Telematika kepada satuan gugus tugas yang ada sehingga mereka berdaya, begitu pula dengan konsep tilang yang dilakukan. Namun menjadi pertanyaan kita bersama sanggupkan SDM (Sumber Daya Manusia) kita teredukasi, cukup kah anggaran yang tersedia untuk menciptakan security sistem yang terintegrasi. Inilah yang harus dijawab Kapolri Jenderal Polisi Sigit Sulistyo Sehingga program kerja yang direncanakan sudah tergambar menuju 100 Hari kedepan.
Menutup tulisan ini seorang komunikologi saat ini Pierre Levy menyatakan Collective Intelligence (IC) is the capacity of human collectives to engage in intellectual cooperation in order to create, innovate,and invent.